Senin, 05 September 2011

Kembang Api di Malam yang Tertunda


keramaian pengunjung di malam takbiran yang tertunda di depan masjid Al-Azhom

Saat itu sekitar pukul tujuh malam,langit di kota Tangerang yang sudah berubah gelap. Namun, malam ini warna langit lebih berwarna dengan suara yang bergemuruh. Saya saat itu sedang mengendarai motor di jalan sudirman Tangerang sempat kaget dengan bunyi kembang api tersebut.  Malam ini sangat meriah, warna-warni kembang api dari segala penjuru tampak dari satu posisi tempat saya saat itu.
Saya berjalan menuju masjid yang kubahnya terbesar di Asia Tenggara yang berada di  kota Tangerang. Masjid Al-Azhom yang terkenal dengan kubahnya tersebut berada tepat di depan pusat pemerintahan kota Tangerang. Saat sampai di sekitar pusat pemerintahan kota Tangerang sudah ramai para pedagang-pedagang dari penjual makanan dan mainan hingga petasan.

Sesaat sampai di parkiran masjid tersebut, suara gemuruh dan warna-warni kembang api semakin meriah dan meramaikan malam itu. Anak kecil berlarian kegirangan melihat warna-warni di langit. Lalu, banyal pula muda-mudi yang berpacaran di sekitar masjid berwarna biru itu. Ada hal yang cukup mengagetkan adalah tiga orang anak kecil yang sedang merokok ketika saya melihat mereka, tampak ketakutan dan malah menawarkan saya sebatang rokok.
Sebenarnya tanggal dua puluh sembilan Agustus ini adalah H-1 menuju hari raya Idul Fitri yang dilaksanakan oleh para pemeluk agama islam. Biasanya pada malam menuju hari tersebut ada berbagai budaya-budaya seperti bermain petasan, keliling kampung atau komplek dan sebagainya. Namun, budaya berkeliling melakukan pawai ini sudah banyak dilarang oleh pihak berwajib. Karena terkadang kegiatan ini menjadi sebuah kegiatan yang ricuh dan terkadang anarkis dengan diwarnai berbagai petasan.
Namun, saat ini pun petasan masih menjadi salah satu perlengkapan yang melekat dengan malam takbiran. Jelas terlihat saat saya berada disekitaran masjid berjejer tukang petasan menjajakan jualannya. Lalu, beberapa anak kecil juga bermain petasan dengan wajah riang gembira.
*
Tak Meriah
Lampu remang-remang berwarna kuning mewarnai keramaian sekitar masjid besar di kota Tangerang ini. Saya yang baru beberapa kali datang ke tempat ini melihat keramaian di sekitaran masjid itu dapat terbilang meriah. Banyak anak-anak merengek meminta dibelikan berbagai mainan yang di jajakan di sana. Namun, menurut Anto (28) seorang penjaja minuman di sekitaran masjid mengatakan malam takbiran di sana tidak terlalu ramai dan meriah. Bahkan menurut penjaja minuman yang sudah dua tahun berjualan di sekitaran masjid itu mengatakan tahun lalu sangat sepi karena pada malam takbiran hujan gerimis.
Namun, ketika saya menemui Helmi (41) beserta keluarganya yang sedang menikmati malam di pelataran masjid itu mengatakan malam ini pengunjung sekitar masjid lebih ramai dari sebelumnya. Ia pun melanjutkan, “ kalau hari biasa mah palingan yang jualan cuma pedagang makanannya aja, beda sama sekarang banyak penjual mainan dan petasan.” Berbeda sekali dengan apa yang dikatakan oleh Anto yang mengatakan lebih ramai malam minggu dan hari minggu daripada malam takbiran.
Setelah berjalan di sekitar penjual makanan dan minuman, saya bergerak ke utara untuk melihat keramaian suara anak-anak di sana. Ternyata ada juga yang menyediakan permaianan kereta-keretaan sederhana untuk anak-anak. Di tambah lagi ada penjual panah-panahan yang ada lampu warna-warni mencolok. Selain warna kembang api, malam itu di sekitaran masjid juga diramaikan oleh lampu di panah-panahan tersebut.
*

Malam Tertunda
Ketika sedang ramai-ramainya kembang api bertebaran di langit malam kota Tangerang saat itu. Salah satu pengurus masjid mengumumkan dengan pengeras suara tentang hasil sidang yang menentukan tanggal hari raya Idul Fitri. Hari raya tersebut yang diprediksi akan dilaksanakan tanggal tiga puluh Agustus ternyata meleset. Hari besar keagamaaan untuk agama islam tersebut jatuh pada tanggal tiga puluh satu Agustus.
Terdengar cukup keras suara lelaki tua di samping saya mengatakan, “Yah nggak jadi pesta kembang api deh de, diundur lebarannya.” Lalu ketika saya melihat mimik wajah anaknya terlihat cemberut dan ayahnya tersebut tampak senang melihat wajah anaknya itu.
Anto, pria asal wonogiri yang menjajakan minumannya di sekitaran masjid pun tidak mempermasalahkan diundurnya hari raya Idul Fitri tersebut. Malah, dia merasa akan ada rezeki lebih bila malam takbirannya jadi terhitung dua kali.
Lalu, Helmi juga tidak berbeda, ia pun akan mengikuti segala keputusan pemerintah tentang hari raya besar agamanya tersebut. Menurut lelaki yang mempnyai tiga anak asal Tasikmalaya itu, “tidak perlu maksain harus besok, orang keputusannya itu hari Rabunya kok malah maksain hari Selasa.” Lalu, persiapan yang telah dilakukan sebelumnya pun tidak dipermasalahkannya, karena hanya persiapan kecil-kecilan.
Helmi pun sedikit bercerita tentang kebingungannya terhadap berita di dua media elektronik yang ia tonton. Katanya, di media pertama mengatakan bahwa Idul Fitri sudah pasti dilaksanakan pada tanggal tiga puluh. Namun, di media satu lagi mengatakan menunggu keputusan sidang.
“lalu, saya yah langsung keluar rumah terus ke sini setelah mendengar berita bahwa pasti tanggal tiga puluh, bĂȘte juga di rumah sudah sepi, tetangga sudah pada mudik,” tutur Helmi
Meskipun malam takbiran tertunda karena keputusan pemerintah menetapkan hari raya Idul Fitri pada tanggal tiga puluh satu. Ketika saya jalan pulang, warna-warni kembang api masih menyala di hangatnya malam kota Tangerang.  Seolah kemeriahan malam itu tidak terhenti hanya karena Idul Fitri di undur sehari./Surya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar