keramaian pengunjung di malam takbiran yang tertunda di depan masjid Al-Azhom |
Saat itu sekitar pukul tujuh malam,langit di kota Tangerang
yang sudah berubah gelap. Namun, malam ini warna langit lebih berwarna dengan
suara yang bergemuruh. Saya saat itu sedang mengendarai motor di jalan sudirman
Tangerang sempat kaget dengan bunyi kembang api tersebut. Malam ini sangat meriah, warna-warni kembang
api dari segala penjuru tampak dari satu posisi tempat saya saat itu.
Saya berjalan menuju masjid yang kubahnya terbesar di Asia
Tenggara yang berada di kota Tangerang. Masjid
Al-Azhom yang terkenal dengan kubahnya tersebut berada tepat di depan pusat
pemerintahan kota Tangerang. Saat sampai di sekitar pusat pemerintahan kota
Tangerang sudah ramai para pedagang-pedagang dari penjual makanan dan mainan
hingga petasan.
Sesaat sampai di parkiran masjid tersebut, suara gemuruh dan warna-warni kembang api semakin meriah dan meramaikan malam itu. Anak kecil berlarian kegirangan melihat warna-warni di langit. Lalu, banyal pula muda-mudi yang berpacaran di sekitar masjid berwarna biru itu. Ada hal yang cukup mengagetkan adalah tiga orang anak kecil yang sedang merokok ketika saya melihat mereka, tampak ketakutan dan malah menawarkan saya sebatang rokok.
Sebenarnya tanggal dua puluh sembilan Agustus ini adalah H-1
menuju hari raya Idul Fitri yang dilaksanakan oleh para pemeluk agama islam.
Biasanya pada malam menuju hari tersebut ada berbagai budaya-budaya seperti
bermain petasan, keliling kampung atau komplek dan sebagainya. Namun, budaya
berkeliling melakukan pawai ini sudah banyak dilarang oleh pihak berwajib.
Karena terkadang kegiatan ini menjadi sebuah kegiatan yang ricuh dan terkadang
anarkis dengan diwarnai berbagai petasan.
Namun, saat ini pun petasan masih menjadi salah satu
perlengkapan yang melekat dengan malam takbiran. Jelas terlihat saat saya
berada disekitaran masjid berjejer tukang petasan menjajakan jualannya. Lalu,
beberapa anak kecil juga bermain petasan dengan wajah riang gembira.
*
Tak Meriah
Lampu remang-remang berwarna kuning
mewarnai keramaian sekitar masjid besar di kota Tangerang ini. Saya yang baru
beberapa kali datang ke tempat ini melihat keramaian di sekitaran masjid itu
dapat terbilang meriah. Banyak anak-anak merengek meminta dibelikan berbagai
mainan yang di jajakan di sana. Namun, menurut Anto (28) seorang penjaja
minuman di sekitaran masjid mengatakan malam takbiran di sana tidak terlalu
ramai dan meriah. Bahkan menurut penjaja minuman yang sudah dua tahun berjualan
di sekitaran masjid itu mengatakan tahun lalu sangat sepi karena pada malam
takbiran hujan gerimis.
Namun, ketika saya menemui Helmi (41)
beserta keluarganya yang sedang menikmati malam di pelataran masjid itu
mengatakan malam ini pengunjung sekitar masjid lebih ramai dari sebelumnya. Ia
pun melanjutkan, “ kalau hari biasa mah palingan yang jualan cuma pedagang
makanannya aja, beda sama sekarang banyak penjual mainan dan petasan.” Berbeda
sekali dengan apa yang dikatakan oleh Anto yang mengatakan lebih ramai malam
minggu dan hari minggu daripada malam takbiran.
Setelah berjalan di sekitar penjual
makanan dan minuman, saya bergerak ke utara untuk melihat keramaian suara
anak-anak di sana. Ternyata ada juga yang menyediakan permaianan
kereta-keretaan sederhana untuk anak-anak. Di tambah lagi ada penjual
panah-panahan yang ada lampu warna-warni mencolok. Selain warna kembang api,
malam itu di sekitaran masjid juga diramaikan oleh lampu di panah-panahan
tersebut.
*
Malam Tertunda
Ketika sedang ramai-ramainya kembang
api bertebaran di langit malam kota Tangerang saat itu. Salah satu pengurus
masjid mengumumkan dengan pengeras suara tentang hasil sidang yang menentukan
tanggal hari raya Idul Fitri. Hari raya tersebut yang diprediksi akan
dilaksanakan tanggal tiga puluh Agustus ternyata meleset. Hari besar keagamaaan
untuk agama islam tersebut jatuh pada tanggal tiga puluh satu Agustus.
Terdengar cukup keras suara lelaki
tua di samping saya mengatakan, “Yah nggak jadi pesta kembang api deh de,
diundur lebarannya.” Lalu ketika saya melihat mimik wajah anaknya terlihat
cemberut dan ayahnya tersebut tampak senang melihat wajah anaknya itu.
Anto, pria asal wonogiri yang
menjajakan minumannya di sekitaran masjid pun tidak mempermasalahkan diundurnya
hari raya Idul Fitri tersebut. Malah, dia merasa akan ada rezeki lebih bila
malam takbirannya jadi terhitung dua kali.
Lalu, Helmi juga tidak berbeda, ia
pun akan mengikuti segala keputusan pemerintah tentang hari raya besar agamanya
tersebut. Menurut lelaki yang mempnyai tiga anak asal Tasikmalaya itu, “tidak
perlu maksain harus besok, orang keputusannya itu hari Rabunya kok malah maksain
hari Selasa.” Lalu, persiapan yang telah dilakukan sebelumnya pun tidak
dipermasalahkannya, karena hanya persiapan kecil-kecilan.
Helmi pun sedikit bercerita tentang
kebingungannya terhadap berita di dua media elektronik yang ia tonton. Katanya,
di media pertama mengatakan bahwa Idul Fitri sudah pasti dilaksanakan pada
tanggal tiga puluh. Namun, di media satu lagi mengatakan menunggu keputusan
sidang.
“lalu, saya yah langsung keluar rumah
terus ke sini setelah mendengar berita bahwa pasti tanggal tiga puluh, bĂȘte
juga di rumah sudah sepi, tetangga sudah pada mudik,” tutur Helmi
Meskipun malam takbiran tertunda
karena keputusan pemerintah menetapkan hari raya Idul Fitri pada tanggal tiga
puluh satu. Ketika saya jalan pulang, warna-warni kembang api masih menyala di
hangatnya malam kota Tangerang. Seolah
kemeriahan malam itu tidak terhenti hanya karena Idul Fitri di undur sehari./Surya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar