Permasalahan
perempuan masih menjadi polemik di seluruh dunia. Dari kekerasan hingga
diskriminasi diterima perempuan, terutama di Negara berkembang. Namun, dalam
kondisi keadaan perempuan yang menurut persepsi perempuan tertindas dan
terdiskriminasi, lahirlah tokoh-tokoh perempuan di berbagai Negara. Tokoh
perempuan ini yang membuat beberapa perempuan menjadi semangat dan merasa bahwa
mereka juga bisa untuk melakukan sesuatu yang berguna bagi orang banyak.
Perempuan
sebelum memasuki awal tahun 2000-an tidak menguasai kursi pemerintahan.
Perempuan seperti tidak diberi tempat untuk membela rakyat dan kaum perempuan
di kursi eksekutif ataupu legislative. Pada era presiden Megawati, perempuan
sudah mulai sedikit memiliki peran di
kursi pemerintahan. Walaupun, sudah banyak perempuan yang duduk di kursi
pemerintahan. Akan tetapi, permasalahan belum terselesaikan juga, masih banyak
kekerasan terhadap perempuan yang marak terjadi sekarang adalah penindasan
terhadap TKW (Tenaga Kerja Wanita).
Melihat
hal ini, sejauh apa anggota pemerintahan perempuan membela kaumnya untuk lepas
dari kekerasan ini? lalu mengapa itu semua maish terjadi? Apakah tidak ada solusi
untuk memecahkan masalah tersebut? Apakah perempuan di pemerintah tidak cukup
mampu menyelesaikan permasalahan ini?.
Untuk menjawab pertanyaan ini, mahasiswa Jurnalistik Fikom Unpad, Surya Rianto,mewawancarai Meilina Kartika Kadir, Anggota Komisi E DPRD Provinsi Jawa Barat. Anggota dewan tingkat satu di provinsi jawa barat ini meraih gelar terakhir di UPN (Universitas Pembangunan Nasional) Veteran Jakarta. Meiliana sudah dua periode ini menduduki jabatan anggota dewan tingkat satu Jawa Barat.
Berikut petikan wawancara saya dengan meilina di kantornya saat istirahat sidang paripurna pukul 11.15 WIB di ruang tunggu Fraksi PDI-P kantor DPRD Jawa Barat, Jl. Dipenogoro, Bandung :
Mengapa Anda memilih menjadi anggota DPRD dan dapat duduk di komisi E ini?
Saya menjadi anggota DPRD antara lain, Pertama karena saya lulusan dari ilmu politik sehingga partai yang saya ikuti ini mempercayai saya untuk duduk di bangku dewan. Kedua, ayah saya mantan pendiri PNI (Partai Nasional Indonesia) sehingga saya termotivasi untuk menjadi anggota dewan.
Apakah Anda merasa adanya diskriminasi sebagai anggota dewan yang perempuan?
Saya rasa tidak, karena baik laki-laki maupun perempuan tugasnya sama di DPRD ini, jadi tidak adanya diskriminasi yang membuat salah satu gender terpojokkan.
Lalu, bagaimana dengan pemberian kuota terhadap perempuan di kursi legislatif ini, bukankah itu termasuk kepada diskriminasi perempuan?
Sebenarnya saya tidak setuju dengan pemberian kuota seperti itu, seharusnya lebih sesuai dengan jumlah suara siapapun itu, mau laki-laki atau perempuan. Namun, saat itu ketika Ibu Megawati menjadi presiden, beliau sangat memperhatikan perempuan dan saat itu beliau ingin memberikan beberapa kursi yang pasti untuk perempuan sehingga adanya kuota itu.
Berarti Kuota untuk perempuan tersebut tidak termasuk diskriminasi?
Tentu saja tidak, sebenarnya makna diskriminasi itu sesuai bagaimana mengartikannya. Jika melihat kuota 30% dan berpikir bahwa perempuan hanya berpeluang 30% untuk duduk di kursi legislatif maka perasaan diskriminasi akan timbul. Tapi, kalau kita berpikir positif dan melihat bahwa semua gender mempunyai peluang yang sama maka makna diskriminasi itu sebenarnya tidak ada.
Anda duduk di komisi E yang membindangi salah satunya adalah tenaga kerja,kontribusi apa yang dilakukan DPRD Provinsi Jawa Barat untuk permasalahan TKI yang semakin marak di siksa oleh majikannya?
Untuk permasalahan kekerasanTKI secara keseluruhan bukan di tangan kami para anggota dewan tingkat satu ini. permasalahan tersebut lebih ditunjukkan kepada pusat.
Menurut Anda, bagaimana pusat mengatasi permaslahan TKI ini?
Menurut saya, pemerintah pusat harus memperbaiki sistemTKI secara keseluruhan ini. agar, tidak terjadi kekerasan seperti ini.
Lalu bagaimana pandangan Anda tentang sistem ketenagakerjaan terutama yang emnyangkut masalah TKI?
Sistem yang ada di pusat tidak terlalu kuat, maka banyak penyalur pekerja illegal ke luar negeri yang ujung-ujungnya banyak kasus seperti sekarang ini.
Pendapat Anda, mengapa banyak TKI dari Indonesia disiksa ?
Karena mereka tidak di beri bekal tentang kebudayaan serta tata karma di Negara tempat mereka bekerja itu, sehingga akhirnya banyak tenaga kerja kita yang di siksa seperti itu. Andaikan mereka di beri bekal sebelumnya, mungkin kejadian seperti itu bisa dihindari.
Selain karena belum dibekali para TKI Indonesia tersebut, apakah ada faktor lain?
Faktor lainnya adalah para penyalur tenaga kerja illegal dan pemerintah kita terlalu banyak negosiasi atas syarat-syarat yang diberikan oleh Negara yang membutuhkan bantuan tenaga kerja kita. Sehingga tenaga kerja yang di datangkan adalah tenaga kerja hasil negosiasi bukan tenaga kerja yang dibutuhkan oleh Negara tersebut.
Apakah hukum ketenagakerjaan Indonesia berlaku saat tenaga kerjanya sedang tugas di luar negeri?
Tentu saja tidak, bila
sudah melewati batas Negara hukum yang di dalam negeri ini tidak berlaku.
Lalu apa yang dilakukan
pemerintah bila tenaga kerjanya disiksa di negeri orang?
Pemerintah kita harus
menuntut, karena itu adalah HAM (Hak Asasi Manusia), bagaimana pun pemerintah
harus membela rakyatnya yang mendapatkan perlakuan tidak baik di Negara orang
lain. selain karena HAM, harga diri bangsa juga dipertaruhkan.
Apakah DPRD Jawa Barat
pernah terjun langsung untuk mengatasi permasalahan TKI ini?
Kami pernah langsung ke
daerah Kuching, Malaysia. Setelah kami kesana, ternyata masih banyak tenaga
kerja yang di kirim tanpa tahu dari awal
tempat kerjanya itu seperti apa. Sehingga, saat dia sampai ke tempat kerjanya
menjadi seperti orang bingung.
Melenceng dari
permasalaha TKI, Apa pendapat Anda tentang tingkat kematian ibu yang cukup
tinggi?
Tingkat kematian ibu
ini cukup tinggi karena pola hidup masyarakat, masih banyak orang-orang di
daerah pedalaman yang tidak begitu memperhatikan kesehatan.
Langkah yang di ambil
pemerintah provinsi untuk mengatasi masyarakat yang belum sadar pentingnya
kesehatan ?
Untuk langkah yang di
ambil oleh pemerintah provinsi sudah banyak. Namun, disini povinsi Jawa Barat
tidak bisa sendirian untuk mengatasi hal tersebut. Karena, APBD yang disediakan
tidak semuanya untuk bidang kesehatan.
Memangnya siapa saja
yang berada di belakang pemerintah provinsi untuk megatasi masalah kesehatan di
daerah seperti ini?
Seperti yang dikatakan
tadi, bahwa jika hanya menggunakan APBD Provinsi tidak akan cukup. Maka,
dibelakang provinsi ada Daerah kabupaten dan kotamadya serta pemerintah pusat yang membantu provinsi untuk permasalahan
seperti ini. intinya saling membantu satu sama lain untuk menyelesaikan masalah
masyarakat.
Terakhir, harapan Anda
untuk perempuan-perempuan muda Indonesia kedepannya ?
Untuk para perempuan
muda Indonesia haruslah mandiri dan perlihatkan bahwa kalian bisa berbicara,
jangan mempermasalahkan perbedaan karena tuhan menciptakan kita semua sama.
Belajarlah menghargai orang lain dan dihargai orang lain.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar